Wednesday, April 30, 2008

The Fed Berencana Menurunkan Suku Bunga Menjadi 2%

Posted by Mahmal Rizka 8:51 AM, under ,, | No comments

Isue penurunan suku bunga The Fed kian santer pada beberapa saat ini. Terutama setelah diadakan rapat kebijakan selama 2 hari dimulai semenjak kemarin guna pengambilan tindakan baru dalam merespon kelesuan perekonomian Amerika Serikat serta memutuskan beberapa langkah yang akan diambil dalam menetapkan suku bunga. Sebagai perkiraan, suku bunga akan turun menjadi 2% dan jumlah ini tidak terlalu besar dibandingkan tindakan sebelumnya. Hal ini akan semakin memperjauh nominal spread antara FFR dan BI rate.


Sebuah histori bahwa The Fed telah menurunkan suku bunga semenjak September 2007 yang dimaksudkan untuk menggairahkan perekonomian Amerika yang lesu pada saat itu. Level pemotongan bunga pada kali ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam kondisi Amerika Serikat yang sangat sulit karena kinerja perekonomian semakin memburuk serta sebagai upaya mengendalikan laju inflasi.


Sebagai dampak dari penurunan suku bunga menuju 2%, Suku bunga pinjaman utama yang diberikan kepada konsumen serta para perilaku bisnis akan menurun menuju level 5%. Suku bunga ini akan berlaku bagi kartu kredit tertentu, kredit ekuitas perumahan, dan pinjaman lainnya. Tingkat suku bunga yang akan diberlakukan ini merupakan posisi yang terendah yang dialami The Fed.


Sementara, Tingkat kepercayaan konsumen berdasarkan indeks kepercayaan The Conference Board kemungkinan akan jatuh ke level 61 yang merupakan posisi terendah sejak Oktober 1993. Indeks kepercayaan konsumen pada Maret masih 65,4 berdasarkan rata-rata survei Bloomberg kepada 67 ekonom. Tingkat kepercayaan konsumen Amerika Serikat yang terendah dalam 14 tahun terakhir itu dipicu kekhawatiran masalah pekerjaan, harga makanan yang tinggi, dan nilai perumahan yang jatuh akibat subprime mortgage.


Opini para ekonom bahwa Amerika Serikat terjebak resesi telah mencapai 70% dari posisi pada bulan Maret yang sebesar 50%. Kenaikan persentase ini sangatlah besar dan semakin menegaskan bahwa telah terjadi resesi di Amerika Serikat. Tentunya hal ini akan berdampak pada perekonomian dunia yang akan terimbas resesi yang terjadi di Amerika Serikat. Seperti halnya Singapura yang merasakan imbas dari resesi yang sedang di alami oleh Amerika Serikat. Namun, beberapa negara seperti Jepang telah menyatakan bahwa mereka tidak terpengaruh oleh kondisi perekonomian yang tengah dihadapi di Amerika Serikat.


Bagaimana dengan Indonesia? Beberapa hari lalu pasar modal Indonesia terkena goncangan yang diakibatkan oleh melemahnya indeks regional akibat pelemahan kondisi perekonomian Amerika Serikat. Semoga penurunan suku bunga ini membawa angin sejuk bagi iklim investasi di Amerika Serikat pada khususnya dan dunia pada umumnya.



sumber : vibiznews.com

Monday, April 28, 2008

Balanced Scorecard

Posted by Mahmal Rizka 7:03 AM, under | No comments

Dalam Discussion Paper yang diterbitkan oleh 2GC, sebuah perusahaan konsultan, disebutkan bahwa definisi Balanced Scorecard sebagai berikut: “The Balanced Scorecard is an approach to performance measurement that combines traditional financial measures with non-financial measures to provide managers with richer and more relevant information about activities they are managing.”

Sedangkan Chow et al., menyebutkan definisi Balanced Scorecard sebagai berikut: “Essentially, the BSC is a set of financial and nonfinancial measures relating to company critical success factors. What is innovative about that concept is that components of the scorecard are designed in integrative fashion such they reinforce each other in indicating both the current and future prospects of the company.”

Ukuran-ukuran kinerja dalam Balanced Scorecard merupakan penjabaran dari visi dan strategi perusahaan, seperti yang juga dinyatakan oleh Chow et al., berikut ini: “A well-designed Balanced Scorecard combines financial measures of past performance with measures of the firm’s drivers of future performance. The specific objectives and measures of an organization’s Balanced Scorecard are derived from the firm’s vision and strategies.”

Strategi perusahaan, yang merupakan dasar penyusunan sebuah scorecard, dikembangkan dari visi perusahaan. Visi ini memberikan gambaran masa depan perusahaan yang menjelaskan arah organisasi dan membantu insan perusahaan dalam memahami kenapa dan bagaimana mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan. Visi juga merupakan penghubung antara misi dan nilai pokok (core values) yang sifatnya stabil sepanjang waktu dengan strategi yang sifatnya dinamis.

Yang khas pada model Balanced Scorecard adalah pada kemampuannya menerjemahkan strategi ke dalam berbagai macam ukuran kinerja. Ada tiga prinsip yang digunakan untuk memenuhi maksud ini, yaitu (1) hubungan sebab akibat, (2)faktor pendorong kinerja dan (3) keterkaitan dengan masalah finansial.

Terdapat semacam kesepakatan bahwa kerangka dari sebuah Balanced Scorecard paling tidak terdiri dari empat perspektif yang umum, yaitu: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Scorecard harus menjelaskan strategi perusahaan, dimulai dengan tujuan finansial jangka panjang, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai urutan tindakan yang harus diambil berkenaan dengan proses finansial, pelanggan, proses internal dan para pekerja serta sistem untuk menghasilkan kinerja ekonomis jangka panjang yang diinginkan perusahaan.

1. Perspektif Keuangan
Tujuan finansial menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, yakni: 1) menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan 2) menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya.

2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif ini perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif pelanggan. Kelompok ukuran pertama merupakan ukuran generik yang digunakan oleh hampir semua perusahaan. Kelompok ini meliputi: 1) pangsa pasar, 2) akuisisi pelanggan, 3) kepuasan pelanggan, dan 4) profitabilitas pelanggan. Kelompok ukuran kedua merupakan faktor pendorong kinerja – pembeda (differentiator) – hasil pelanggan. Semua ukuran ini memberi jawaban atas pertanyaan apa yang harus diberikan perusahaan kepada pelanggan agar tingkat kepuasan, retensi, akuisisi, dan pangsa pasar yang tinggi dapat tercapai.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan yang ambisius dalam ketiga perspektif lainnya dapat terwujud.

Friday, April 25, 2008

Kekayaan Alam Sumatera Utara; Potensi Investasi di Pasar Global

Posted by Mahmal Rizka 9:39 PM, under | No comments

Perlambatan perekonomian dunia saat ini, yang dimulai dari keterpurukan pasar finansial, kembali memalingkan pandangan investor untuk memasuki pasar komoditi. Kondisi ini mengulang kembali keadaan ketika krisis moneter melanda daerah Asia terutama Asia Tenggara yang dimulai dari keterpurukan bath Thailand. Pada krisis 1998 ini, satu hal yang patut menjadi fokus di tengah keterpurukan perekonomian Indonesia adalah peningkatan pertumbuhan nilai ekspor nilai ekspor, yang didominasi oleh komoditi hasil alam Indonesia.

Pada tahun 1999, ekspor Indonesia menguat 1.73%, dan kemudian melompat pada tahun 2000 menguat 27.6%, dimana sebelumnya pada tahun 1996-1997, anjlok 10.52%. Pada saat yang sama, besar pertumbuhan
Indonesia masih dalam taraf pemulihan. Pada tahun 1999 berkisar pada angka 0.8%, sedangkan pada tahun 2000 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4.9%, setelah 1998, minus 13.13%. Berdasarkan data tersebut, jika diperbandingkan pertumbuhan ekonomi 1999-2000, maka lonjakan nilai pertumbuhan ekspor mampu berkontribusi bagi perekonomian di tengah-tengah resesi.

Tidak hanya 1998, saat ini pun pola aksi hedging investor difokuskan pada perdagangan komoditi mengingat, pola konsumsi tidak dapat terpisahkan oleh barang-barang komoditi seperti bahan pangan.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki wilayah potensial dalam sektor perkebunan dan pertenian untuk menghasilkan komoditi perdagangan dunia. Salah satu daerah yang memiliki potensi alam pertanian dan perkebunan tersebut adalah Propinsi Sumatera Utara.

Sematera Utara memiliki areal pertanian seluas 277,255 ha, dengan luas areal perkebunan sebesar 1.788.943 ha pada akhir tahun 2006, yang dibagi dalam tiga keemilikan yaitu perkebunan rakyat, pemerintah dan swasta, dengan kepemilikan terbesar oleh rakyat. Seperti memiliki spesialisasi potensi, Sumatera Utara didomonasi oleh kekayaan alam perikanan, pertanian dan perkebunan, yang berbeda dengan DI Aceh yang diperkaya oleh pertambangan serta pengilangan minyak dan gas bumi.

Kapasitas Produksi Akan Komoditi Utama Perdagangan Dunia

Sumatera didominasi oleh lahan-lahan areal perkebunan dan pertanian. Luas area lahan pertanian untuk jenis sawah sampai pada sensus 2005, sebesar 277255 ha. Pada tahun yang sama, produksi padi yang dihasilkan dari area persawahan tersebut mencapai 3.447.784 ton, sekitar 12 ton/hektar. Tidak hanya padi sebagai pemenuhan kebutuhan pangan domestik, lahan pertanian dan perkebunan Sumatera Utara juga difokuskan pada komoditi perdagangan internasional, sebagai orientasi ekspor.

Berbagai komoditi perkebunan yang difokuskan untuk perdagangan global yaitu seperti Jagung, Kedelai, Kopi, Kelapa Sawit, Kakao dan Karet. Luas area perkebunan yang dikelola secara total untuk kebutuhan tanaman tersebut mencapai 1.594.601 ha, yang didominasi oleh luas perkebunan sawit sebesar 57% dari keseluruhan. Namun, jika dibandingkan produktivitas dari berbagai hasil perkebunan tersebut maka Karet sebesar 0.77ton/ha, Kopi 0.71 ton/ha, Kakao 18 ton/ha, Kedelai 1.2 ton/ha, Sawit 15 kuintal/ha, sedangkan Jagung 56 ton/ha.

Berdasarkan kapasitas produksi di atas, terdapat kondisi inefisien dalam mencapai optimisasi produktivitas, dimana sawit mendapat pengelolaan lahan terbesar namun, masih sedikit menghasilkan. Hal ini terjadi diakibatkan bahwa pemerintah daerah baru memulai pengembangan perkebunan sawit tersebut. Berdasarkan data ini, terdapat indikasi masih besar dana investasi yang dibutuhkan untuk mendorong perkebunan kelapa sawit di Sumatera, mengingat potensinya yang besar di pasar dunia. Minyak Kelapa Sawit memiliki manfaat pangan dan energi di masa mendatang, dan dengan pasar finansial dalam kondisi fluktuatif, dana transaksi yang sifatnya spekulatif mengalihkan ke perdagangan kelapa sawit atau CPO di pasar
Malaysia, sehingga harga menguat.

Beberapa hal yang perlu difokuskan dengan adanya data rata-rata tahunan produktivitas perkebunan tersebut, adalah
Indonesia masih merupakan negara dengan model pertanian dan perkebunan yang tradisional dan belum berkembang menjadi negara dengan model pertanian dan perkebunan yang modern atau sudah menjadi Industri bahan pangan. Berbeda dengan negara Jepang dan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, yang pertaniannya sudah didukung dengan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga produksinya tidak banyak bergantung oleh kondisi alam dan cuaca.

Daerah-daerah yang menjadi fokus pemerintah daerah Sumatera Utara dalam pengembangan komoditi internasional tersebut salah satunya adalah Tebing Tinggi. Tebing Tinggi memegang tiga komoditi pertanian utama yaitu Sawit, Kelapa dan Karet. Oleh karena itu, produksi
kota Tebing Tinggi didominasi oleh pengolahan hasil pertanian dan perkebunan. 23.87% dari total PDRB Tebing Tinggi didorong oleh sektor tersebut. Untuk seluruh Sumatera Utara, hasil perkebunan mampu menyumbangkan 9.13%. Ini berarti hampir sepertiga dari hasil perkebunan di Sumatera Utara dihasilkan oleh Tebing Tinggi. Oleh karena itu usaha pengolahan Kelapa Sawit masih layak untuk diusahakan di Sumatera.

Kemampuan Sektor Perikanan Sumatera Utara

Sumatera Utara dibatasi oleh Selat Malaka di Timur dan Samudera Hindi di sebelah Barat, namun kemampuan potensi laut atau perikanan di Sumatera Utara masih dibawah potensinya. Pertahun tercatat bahwa rata-rata produksi perikanan Sumatera Utara hanya mencapai 917.000 ton, atau 10.37% dari potensi yang ada. Hal ini tergambar dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto Regional Sumatera Utara dari sektor perikanan melonjak dari thun ke tahun. Pada tahun 2002, pertumbuhan sektor ini masih mencapai 2.2%, sedangkan perkembangan infrastruktur dan saranan pendukung telah mencatat lonjakan pertumbuhan mencapai 19% pada tahun 2005, dan kuartal pertama 2006 tercatat tumbuh 7%.

Secara keseluruhan sektor perikanan hanya mampu berkontribusi 2.44% dari keseluruhan PDRB Non Migas. Pada tahun 2006, Sumatera Utara berhasil menghasilkan produksi perikanan senilai 3.7 trilyun rupiah. Kondisi ini menunjukkan masih berpotensinya Sumatera Utara untuk dikembangkan lebih lagi perikanannya, mengingat produksi masih dibawah potensial. Pertumuhan ekonomi Sumatera Utara tercatat sebesar 18.2% pada tahun 2005 dan pada kuartal pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar 15%. Hal ini berarti pertumbuhan perikanan pada tahun 2005, hampir berkontribusi 1% pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Oleh karena itu sektor perikanan masih layak ditelusuri lebih jauh lagi.

Berdasarkan paparan di atas maka, Sumatera Utara masih memberikan peluang emas bagi
Indonesia untuk menggerakan sektor primer secara keseluruhan. Pada tahun 2005, inflasi di Sumatera Utara terutama di Medan tercatat 23%, sedangkan pertumbuhan ekonomi regional mencapai 18.3%, kondisi ini menunjukkan dampak positif peningkatan harga, yaitu dorongan pertumbuhan ekonomi, terutama sektor perkebunan dan perikanan yang masih harus dikembangkan.(KP)

sumber : vibiznews.com

Potensi Sektor Unggulan Sumatera Barat; Hinterland Bagi Daerah Lain

Posted by Mahmal Rizka 9:36 PM, under | No comments

Sumatera Barat, salah satu propinsi di Indonesia di wilayah Pulau Sumatera, dilengkapi dengan keanekaragaman hayati. Dengan kondisi wilayah yang dikelilingi oleh laut dan juga barisan pegunungan, maka mengakibatkan daerah Sumatera Barat dikelilingi oleh hutan Hujan Tropis, dengan kondisi curah hujan dan kelembaban yang mendukung bagi berbagai jenis tanaman tropis. Oleh karena itu, hampir 70% wilayah hutan di Sumatera Barat dijadikan Hutan Konservasi (32%) dan Hutan Lindung (35%). Dukungan Geografi tersebut membuat sektor pertanian menjadi unggulan di Sumatera Barat dari sembilan jenis sektor usaha lainnya.

Tidak hanya hutan, Sumatera Barat juga terkenal dengan bentangan pegunungan Bukit Barisan. Pegunungan Bukit Barisan terbentang dari utara Pulau Sumatera yaitu Nangroe Aceh Darusalam sampai ujung selatan yaitu Lampung, dengan puncak tertinggi Gunung Kerinci yang terbentang di Jambi. Rangkaian Pegunungan Bukit Barisan merupakan rangkaian pergunungan pertemuan dari pelat tektonik Euroasia dan
Australia. Pelat Tektonik tersebut mengandung banyak mineral dan bebatuan. Kondisi geografis alam tersebut memberikan implikasi adanya keanekaragaman batuan yang mungkin mendukung kapasitas produksi daerah. Terkhusus di Sumatera Barat, yang terkenal adalah Pasaamen Area, masih dalam eksplorasi diperkirakan memiliki potensi tambang emas.

Sumatera Barat juga dapat dikategorikan sebagai daerah Hinterland untuk beberapa sektor yang dikuasi oleh Sumatera Barat. Hinterland merupakan istilah untuk daerah atau
kota yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan di daerah lainnya, dengan spesifikasi komoditi tertentu. Kategori Hinterland tersebut dimaksudkan untuk daerah yang memiliki LQ atau Location Quotient. LQ menggambarkan seberapa besar porsi kapasitas produksi suatu sektor dapat memenuhi kebutuhan nasional di sektor tersebut. Jika LQ lebih dari 1 maka, menandakan bahwa daerah tersebut menjadi Hinterland bagi daerah lain pada sektor tersebut, jika LQ kurang dari satu maka, daerah tersebut masih harus dibantu untuk memenuhi kebutuhan domestik daerah tersebut.

Analisa LQ Hasil Produksi Hayati Sumatera Barat

Iklim Sumatera Barat yang sangat mendukung untuk berbagai jenis tanaman dan kekayaan akan Hutan Hujan Tropis, maka dapat diperkirakan bahwa sektor pertanian di Sumatera Barat mampu mendukung kondisi kebutuhan pertanian di daerah lain. Hal ini terbukti dari perkembangan LQ Sumatera Barat dalam sektor pertanian bahan pangan yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, LQ produksi pertanian bahan pangan menunjukkan angka 0.92, sedangkan pada tahun 2006, LQ melonjak mencapai 2.17, dan diperkirakan terus menguat sampai akhir 2008. Oleh karena it potensi pertanian dan berbagai keanekaragaman hayati sangat besar dan masih layak untuk dikembangkan, melalui investasi teknologi dan ilmu pengetahuan Holtikultura.

Sesuai paparan diatas, kondisi iklim dan cuaca di Sumatera Barat mendukung untuk memiliki kondisi dan kekayaan hutan. Namun, kekayaan keanekaragaman jenis tanaman hutan hujan tropis Sumatera Barat membuat, lebih dari 50% Hutan dijadikan hutan lindung dan konservasi, namun angkan LQ masih menunjukkan bahwa Sumatera Barat masih mampu mendukung kebutuhan hasil produksi hutan daerah lain. Pada tahun 2005 LQ produksi pertanian-kehutanan sebesar 2.47, yang artinya Sumatera Barat masih mampu memenuhi kebutuhan hasil produksi hutan oleh daerah lain.

Namun, terjadi penurunan pada tahun 2006, LQ menunjukkan posisi 1.6, sedangkan pertumbuhan hasil hutan mencapai 19.6%, sedangkan pada tahun sebelumnya hanya tumbuh 3.7%. Kondisi yang kontradiktif ini menunjukkan adanya implikasi perkembangan produksi di sektor lain melampaui perkembangan sektor kehutanan di Sumatera Barat. Walaupun begitu, Sumatera Barat masih mampu menjadi Hinterland bagi daerah lain pada sektor hasil sumber daya hayati.

Sumatera Barat Masih Membutuhkan Investasi di Pertambangan

70% dari dari seluruh daerah di Sumatera Barat didominasi oleh bagian bentangan pegunungan bukit barisan. Mengingat bukit barisan merupakan jenis lempengan tektonik maka sudah dapat diperkirakan bumi Sumatera Barat kaya akan sumber mineral batuan. Salah satu indikasinya adalah adanya pabrik Semen Padang di Sumatera Barat, yang menunjukkan bahwa adanya sumber batuan kapur. Beberapa daerah yang terkenal dengan hasil pertambangan tembaga, timah dan peraknya adalah area Sawah Lunto dan Kabupaten Tanah Datar. Tanah datar pada tahun 2005 berhasil membukukan nilai produksi batuan kapur sebesar Rp 123 juta hanya untuk satu kabupaten.

Sawah Lunto pernah menjadi tulang punggung perekonomian Sumatera Barat dengan spesifikasi Batu Bara. Kondisi topografi Sawah Lunto yang terdiri dari perbukitan yang terjal mendukung untuk dikembangkannya areal pertambangan Batu Bara. Dari seluruh penggunaan tanah di Sawah Lunto, sebenarnya arela pertambangan hanya memanfaatkan sebesar 3.25%, dan terluas adalah penggunaan untuk pertanian. Namun, dengan real yang sedikit tersebut mampu memiliki cadangan yang siap diproduksi sebesar 53.176 juta Ton Batu bara, yang dihasilkan dari empat blok pertambangan, telah melampaui kebutuhan domestik Sumatera Barat sendiri yang berkisar pada angka 1.3 juta ton/tahun.

Kondisi ini memberikan implikasi masih kurangnya investasi di bidang pertambangan di Sawah Lunto untuk meningkatakan hasil produksi batu baranya. Data BPS menunjukkan rata-rata nilai produksi batu bara Sumatera Barat mencapai nilai 212 milysr rupiah, dengan kondisi masih jauh dibawah potensial daerah. Oleh karena itu, masih besar potensi pertambangan yang harus dieksplorasi di Sumatera Barat.(KP)

sumber : vibiznews.com

Thursday, April 24, 2008

Wapres: Pertumbuhan Bank Syariah RI Masih Rendah

Posted by Mahmal Rizka 6:20 AM, under , | No comments

Wakil Presiden (Wapres), M. Jusuf Kalla, mengatakan bahwa pertumbuhan perbankan syariah Indonesia masih rendah dengan salah satu indikasi belum banyak masyarakat yang memanfaatkannya.

"Belum banyak masyarakat yang memanfaatkan bank syariah, yakni baru dua hingga tiga persen," katanya, saat memberikan pengarahan pada acara pembukaan Semiloka Mahasiswa dan Kongres ke-7 Forum Mahasiswa Syariah se-Indonesia (Formasi) di Istana Wapres, Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, pangsa pasar untuk pertumbuhan bank syariah di Indonesia cukup besar namun petumbuhannya masih sangat kecil. Padahal, lanjut Wapres, investasi di sektor perbankan syariah dapat menjadi alternatif pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Wapres, untuk meningkatkan pertumbuhan harus ada kepercayaan yang kuat antara bank dan nasabah. "Jika bank untung atau rugi, maka dia harus memberikan hak nasabahnya sesuai kondisi yang dihadapi saat itu. Demikian juga nasabah, harus seratus persen percaya pada bank untuk menyimpan keuangannya," kata Kalla.

Selain kepercayaan yang tinggi antara kedua pihak, perlu ada pemahaman yang benar dan mendalam tentang ekonomi atau perbankan syariah, sehingga pelaksanaannya benar-benar dapat memberikan keadilan dan kemaslahatan umat.

Keadilan penting pula ditegakkan dalam pelaksanaan ekonomi syariah, mengingat kekayaan yang dimiliki adalah titipan Allah SWT.

"Namun, keadilan itu masih sangat sulit ditegakkan. Lihatlah, negara yang paling kaya di dunia adalah negara-negara Islam, karena sumber-sumber minyaknya, seperti Qatar, Kuwait. Tetapi, negara yang paling miskin juga Islam, seperti Bangladesh, Somalia dan sebagainya," katanya.

Jika berpegang teguh pada syariah, Wapres mengemukakan, maka seharusnya ada tranfers dana dari kegiatan ekonomi dari negara-negara kaya kepada negara-negara miskin.

"Namun, kenyataannya justru negara-negara miskin itu memberikan `dana`nya kepada negara-negara kaya untuk membeli minyak mentah dunia yang kini harganya makin tinggi," ujar Wapres.

Hasil penjualan minyak mentah dunia, yang kini harganya berkisar 114 dolar AS per barel, justru digunakan untuk membeli senjata dan kemewahan, tambah Jusuf Kalla.

Pemerintah menetapkan, peningkatan pangsa pasar bank syariah 1,7 persen dari total aset bank konvensional menjadi 5 persen pada akhir 2008.(Antara)

dari : vibiznews.com

Bank Muamalat Anggarkan 10 Juta Dolar AS untuk Bentuk Anak Usaha

Posted by Mahmal Rizka 6:16 AM, under , | No comments

PT Bank Muamalat Indonesia menganggarkan dana senilai 10 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk mendirikan anak usaha, yang bergerak dalam bidang investasi dan pengelolaan dana investasi (fund management).

"Saat ini perseroan masih menunggu izin dari BI terkait dengan segala sesuatu mengenai aspek legalitas," kata Direktur Bank Muamalat, Andi Buchari Fathoeddin, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dana 10 juta dolar AS bersumber dari dana internal perseroan, setelah perseroan menerbitkan sukuk sebesar Rp400 miliar. Namun dia pun belum dapat menyebutkan nama anak usaha yang akan dibentuk.

"Kita sudah mengajukan beberapa nama, nanti kita lihat bagaimana keputusan BI. Namun, diharapkan anak usaha itu paling lambat akhir tahun ini sudah terbentuk," katanya.

Andi mengatakan anak usaha ini diperlukan sebagai antisipasi atas semakin membesarnya dana-dana dari Timur Tengah.

Selain itu, seiring dengan sudah disahkannya Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN) dapat saja anak usaha Bank Muamalat menjadi penjamin emisi (underwriter) bagi sukuk pemerintah.

Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) Bank Muamalat, A. Riawan Amin, mengatakan bahwa target laba tahun 2008 naik 30 persen menjadi Rp 272 miliar, sedangkan target pembiayaan kredit Rp 13 triliun.

"Sekitar 80 persen pembiayaan kredit untuk pembiayaan UMKM," katanya menambahkan. (Antara)

dari: vibiznews.com

Wednesday, April 23, 2008

Sertifikat Bank Indonesia Syariah "Terobosan atau Replika"

Posted by Mahmal Rizka 6:06 AM, under , | No comments

Lelang perdana Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan tanggal penyesuaian 2 April 2008 dan jatuh tempo 30 April 2008. Aturan pelelangan itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No.10/11/PBI/2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah.

Yang menarik perhatian saya di sini adalah; SBIS tersebut di atas berjangka pendek.

Dan pertanyaan yang muncul:

Apakah SBIS memberikan kontribusi yang berbeda dengan SBI yang telah ada sekian lama?

Mungkin dari segi sistem SBIS berbeda dengan SBI yang bersifat Islami, yang mana akadnya menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadaih, qardh dan wakalah. Namun jika hanya bersifat jangka pendek apakah SBIS dapat mendukung perekonomian yang seyogyanya membutuhkan pembiayaan jangka panjang. Kehadiran SBIS terlihat belum memberikan dampak yang berbeda bagi perekonomian terutama sektor rill lebih-lebih lagi UKM.

Memang SBIS dapat menyerap dana yang besar dalam waktu relatif singkat, namun hanya memiliki jangka waktu singkat pula. Apakah dalam waktu singkat dapat meningkatkan perekonomian? Pembangunan seperti apa yang bisa dilakukan dengan pembiayaan tersebut? Penyerapan dana tersebut tentunya tidak dapat dimanfaatkan oleh sektor rill yang membutuhkan waktu yang lama dalam pengelolaan dana dengan kegiatan usahanya.

Melihat kondisi perekonomian saat ini, sektor rill merupakan sektor yang harus jadi prioritas mengingat defisit APBN yang terjadi tahun ini. Sudah saatnya bank syariah terjun langsung ke sektor rill dan menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi segala risiko yang ada.

Tuesday, April 22, 2008

Bank Syariah "yang dirindukan sektor rill" UKM

Posted by Mahmal Rizka 4:46 AM, under , | 1 comment

Pasar perbankan syariah yang cukup menjanjikan seharusnya dapat dimanfaatkan oleh bank-bank syariah yang sudah ada sekarang ini. Produk perbankan syariah yang dapat mendukung dunia usaha terutama pembiyaan mudharabah merupakan produk ciri khas perbankan syariah yang pada mekanismenya menggunakan sistem bagi hasil. Dengan produk tersebut diharapkan perbankan syariah dapat menyentuh sektor rill terutama ukm yang note bane sering mengalami defisit keuangan dalam rangka pengembangan usahanya.

Dengan digalakkannya pembiayaan mudharabah oleh perbankan syariah tentunya bisa memberikan angin segar bagi sektor rill.

Dengan adanya sukuk yang lebih ke sektor keuangan semestinya tidak menyurutkan keinginan perbankan syariah untuk terjun langsung ke sektor rill. Kalau dilihat dari situasi ekonomi Indonesia secara nasional untuk saat ini keterlibatan perbankan syariah di pasar keuangan tidak akan memberikan perbedaan yang terlalu signifikan dibandingkan dengan yang telah diperankan perbankan konvensional.

Sebagaimana diketahui pasar keuangan sangat di dominasi oleh hal-hal yang berbau spekulasi yang mana itu tidak sesuai dengan konsep perbankan syariah yang bebas dari unsur-unsur spekulasi.

Selanjutnya sektor keuangan umumnya didominasi oleh usaha skala besar. Alangkah lebih baiknya dalam masa perkembangannya perbankan syariah lebih memfokuskan pembiayaannya kepada UKM yang selama ini mengalami kesulitan mengajukan pembiayaan kepada perbankan konvesional.

Dengan tidak menafikan berbagai risiko yang akan dihadapi bank syariah ketika mengucurkan pembiayaan mudharabah kepada UKM, sudah barang tentu menajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) atau Good Corporate Governanve perlu diterapkan dengan baik oleh bank-bank syariah.

Dengan terjun langsung ke sektor rill, bank syariah dituntut mampu membaca situasi ekonomi saat ini dengan mengetahui prospek usaha yang menjanjikan untuk ke depannya. Manajemen yang berkompeten menjadi suatu keharusan bagi bank syariah mengingat besarnya risiko yang akan dihadapi pada sektor rill terutama UKM.

Sebagai lembaga yang menghubungkan antara pemilik dana dengan yang membutuhkan dana sudah seharusnya bank syariah dapat menyalurkan dana yang ada padanya ke sektor rill.

Mengingat bermain aman dengan hanya menempatkan dananya pada SWBI bukanlah tujuan didirikannya bank syariah melainkan bank syariah didirikan untuk menunjang kegiatan perekonomian dengan menunjang sektor rill.

Proses Penciptaan Uang Oleh Bank Umum

Posted by Mahmal Rizka 3:46 AM, under , | No comments

Salah satu fungsi sistem keuangan adalah penciptaan uang. Penciptaan uang antara lain dapat dilakukan melalui bank umum yaitu dengan melalui penciptaan uang giral. Oleh karena itu, bank umum dapat mempengaruhi jumlah uang beredar. Untuk menggambarkan proses penciptaan uang oleh bank-bank umum dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Ketentuan reserve requirement (RR) 5 %

2. Semua loanable funds yaitu dana setelah dikurangi RR, disalurkan dalam bentuk kredit.

3. Setiap transaksi menggunakan cek.

4. Semua transaksi dalam bentuk giro.

5. Simpanan giro pertama sebesar Rp. 1 juta dan disimpan pada Bank Umum A.

Proses transaksi untuk penciptaan uang oleh bank umum perekonomian dengan menggunakan asumsi di atas dimulai dengan simpanan nasabah dalam bentuk Giro pada Bank A sebesar Rp. 1 juta. Untuk memenuhi ketentuan Bank Umum A menahan sebesar Rp. 50 ribu (5 % x Rp. 1 juta) sebagai cadangan. Sisanya sebesar Rp. 950 ribu yang dalam hal ini adalah loanable funds dipinjamkan kepada nasabahnya.

Selanjutnya, nasabah yang mendapatkan kredit tersebut digunakan untuk membeli kebutuhan-kebutuhanya. Pihak penjual dengan adanya transaksi tersebut memperoleh uang yang kemudian menyetorkannya pada rekening gironya di Bank Umum B sebesar Rp. 950 ribu. Oleh Bank Umum B setelah menahan cadangan sebesar 5 % x Rp. 950 ribu = Rp. 47.500, sisa dananya sebesar Rp. 902.500 kemudian dipinjamkan kepada nasabahnya.

Nasabah yang memperoleh pinjaman dari Bank Umum B membelanjakan uangnya tersebut sebagaimana dengan nasabah Bank Umum A sebelumnya. Oleh pihak penjual yang melakukan transaksi tersebut disetorkan ke rekeningnya di Bank Umum C sejumlah Rp. 902.500 yang kemudian menahan sebagian jumlah tersebut sebagai cadangan likuiditas dan selanjutnya menyalurkannya kembali kepada debitur. Proses transaksi seperti ini akan berulang secara terus menerus yang akan berakhir pada suatu tahap di mana tidak ada lagi sisa cadangan likuiditas sehingga loanable funds menjadi nihil dari jumlah simpanan giro awal.

Pada proses penciptaan uang giral oleh bank umum tersebut yang jumlah awalnya hanya sebesar Rp. 1 juta akan menjadi 20 juta setelah melalui proses penciptaan uang giral dengan mekanisme yang sama seperti dijelaskan di atas. Jumlah uang giral, cadangan likuiditas, dan kredit yang diberikan pada akhir proses penciptaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

D = S/r

Dimana:

D : Jumlah seluruh uang giral, cadangan dan kredit yang diberikan yang akan terwujud dalam proses penciptaan uang.

S : Jumlah uang giral, likuiditas dan kredit yang diberikan yang tercipta pada awal proses penciptaan uang

r : Ketentuan bagian uang giral (dalam persen) yang harus ditahan oleh bank sebagai cadangan likuiditas (reserve requirement).


a. Tabungan giral : D = S/r

= 1.000.000/5% = Rp. 20.000.000

b. Cadangan wajib : D = S/r

= 50.000/5% = Rp. 1.000.000

c. Kredit yang diberikan : D = S/r

= 950.000/5% = Rp. 19.000.000


Saturday, April 19, 2008

Bank Sebagai Lembaga Keuangan

Posted by Mahmal Rizka 7:14 AM, under | No comments

Bank sebagai lembaga keuangan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan likuiditas baik itu dunia usaha, pemerintah, dan rumah tangga dengan pihak yang mengalami kekurang likuiditas yaitu dunia usaha, pemerintah, dan rumah tangga. Peran sebagai intermediasi inilah yang membuat bank sangat berperan dalam mendukung segala kegiatan ekonomi suatu negara dalam pencapaiannya.

Dana yang dikumpulkan pihak bank dari pihak yang memiliki kelebihan likuiditas tersebut akan disalurkan kembali oleh bank kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas. Dalam proses penyaluran tersebut bank harus melakukan berbagai proses yang mesti dilakukan supaya dana yang disalurkan dapat memberikan hasil baik bagi bank maupun bagi nasabah yang menyimpan dananya di bank.

Pentingnya Menajemen Risiko

Dalam penyaluran dana tersebut bank akan dihadapkan pada sejumlah risiko yang harus diperhitungkan oleh bank diantaranya:

  1. Risiko Kredit (Credit Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kegagalan counterparty (debitur)dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai yang disyaratkan oleh kontrak/perjanjian. Risiko ini tidak hanya muncul dari kredit/pinjaman (loan) melainkan juga meliputi komponen-komponen lain, baik on maupun off balance sheet seperti Garansi, Akseptasi, Securities Investment, dll.
  2. Risiko Negara dan Pengalihan (Country and Transfer Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kondisi lingkungan ekonomi,sosial, politik dari negara asal counterparty (debitur). Risiko ini muncul dalam transaksi pinjaman lintas negara.
  3. Risiko Pasar (Market Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh pergerakan harga di pasar. Risiko ini harus dilihat dalam konteks prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku saat ini. Risiko ini tampak jelas pada aktivitas trading seperti debt/equity instruments, foreign exchange, atau komoditas.
  4. Risiko Tingkat Bunga (Interest Rate Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh pergerakan tingkat bunga dipasar.
  5. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk mengakomodasi berkurangnya pasiva/liabilities atau untuk membiayai/mendanai peningkatan di sisi aktiva/assets.
  6. Risiko Operasional (Operational Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh pelanggaran atas ketentuanketentuaninternal maupun atas kebijakan-kebijakan bank.
  7. Risiko Hukum (Legal Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh ketidakcukupan (inadequacy) atau kesalahan dalam pemberian pendapat hukum maupun dokumentasi hukum.
  8. Risiko Reputasi (Reputational Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kegagalan di dalam operasional bank khususnya kegagalan dalam memenuhi ketentuan-ketentuan hukum atau peraturan yang dikenakan atas bank.

Derivatif

Posted by Mahmal Rizka 6:43 AM, under | No comments

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari

Dalam dunia keuangan (finance), derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut " produk turunan" (underlying product); daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok.

Derivatif digunakan oleh manajemen investasi/ manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing "tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya (underlying).

Ada banyak sekali instrumen finansial yang dapat dikategorikan dalam kelompok derivatif namun opsi / kontrak berjangka dan swap adalah yang umum dikenal.

  • Opsi
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Opsi (keuangan)
Opsi adalah kontrak dimana salah satu pihak menyetujui untuk membayar sejumlah imbalan kepada pihak yang lainnya untuk suatu "hak" (tetapi bukan kewajiban) untuk membeli sesuatu atau menjual sesuatu kepada pihak yang lainnya; misalnya saja ada seseorang yang khawatir bahwa harga dari stok XXX akan turun sebelum ia sempat menjualnya, maka ia membayar imbalan kepada seseorang lainnya (ini disebut "penjual" opsi jual /put option) yang menyetujui untuk membeli stok daripadanya dengan harga yang ditentukan didepan (strike price). Pembeli menggunakan opsi ini untuk mengelola resiko turunnya nilai jual dari stok XXX yang dimilikinya, dilain sisi si pembeli opsi mungkin saja menggunakan transaksi opsi tersebut untuk memperoleh imbalan jasa dan mungkin telah memiliki suatu gambaran bahwa nilai jual XXX tersebut tidak akan turun.
Sebagai lawan dari opsi jual adalah opsi beli atau biasa disebut call option dimana pada opsi beli ini memberikan opsi kepada pembeli opsi hak untuk membeli aset acuan (underlying asset) pada suatu tanggal yang disepakati dengan harga yang telah ditetapkan atau yang dikenal dengan istilah option strike
  • Swap
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Swap
Swap adalah istilah asing yang maknanya adalah "pertukaran" namun di Indonesia istilah juga digunakan secara umum [1]"
Perjanjian swap adalah transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.

Derivatif dapat mengacu pada pada berbagai jenis aset seperti misalnya komoditi, saham atau obligasi, suku bunga, nilai tukar mata uang atau indeks ( seperti indeks pasar saham, indeks harga konsumen (CPI-Consumer Price Index[2]), atau bahkan indeks kondisi cuaca ataupun derivatif lainnya). Tampilan dari aset termaksud dapat menetapkan harga ataupun saat pembayaran.

Kegunaan utama dari derivatif ini adalah untuk mengalihkan resiko ataupun mengambil suatu resiko tergantung apakah posisinya sebagai hedger (pelaku lindung nilai) atau spekulator. Bermacam-macam rentang nilai antara aset acuan dan alternatif pembayaran menghasilkan beraneka kontrak derivatif yang diperdagangkan di pasaran. Jenis utama derivatif adalah kontrak berjangka (futures), kontrak serah (forward), opsi dan swap.

Thursday, April 17, 2008

Sektor Rill Pasar Menjanjikan Bagi Perbankan Syariah

Posted by Mahmal Rizka 3:12 AM, under | No comments


Perbedaan mendasar antara perbankan syariah dengan konvensional adalah dari produknya yang mana perbankan syariah menggunakan konsep bagi hasil sementara konvesional menggunakan konsep bunga.

Dengan menggunakan konsep bagi hasil perbankan syariah berpotensi untuk mendongkrak pertumbuhan sektor rill terutama lewat produk pembiayaan mudharabah. Perbankan syariah bukan perbankan konvensional yang hanya dengan menyimpan dananya di SBI dapat menjalankan kegiatannya dengan nyaman karena menerima bunga yang lebih tinggi dari bunga dibayarkan kepada nasabah. Bank syariah dituntut mampu memberikan kontribusi bagi sektor rill dengan memberikan pembiayaan yang menggunakan sistem bagi hasil.

Dengan begitu perbankan syariah seharusnyalah memiliki manajemen risiko yang berkompeten mengingat banyaknya risiko yang dihadapi pada sektor rill.

Mendirikan bank syariah tidak cukup hanya dengan dana yang melimpah atau mampu menarik dana sebanyak-banyaknya dari masyarakat tanpa kemampuan menyalurkannya ke sektor rill, bukan juga hanya dengan mengandalkan murabahah yang lebih mirip dengan konvensional dalam aplikasinya, dimana murabahah adalah akad jual beli secara kredit yang keuntungannya ditetapkan di awal. Risiko yang dihadapi pada produk tersebut tidak sekomplek pada pembiayaan mudharabah, yang mana bank syariah sebagai penyedia modal bagi dunia usaha dengan menerima bagi hasil.

Manajemen risiko menjadi suatu keharusan bagi perbankan syariah. Karena pada dasarnya risiko yang besar selalu memberikan keuntungan yang lebih besar, yang mana itu sangat dibutuhkan oleh perbankan syariah untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai lembaga keuangan yang memang berbeda dari perbankan konvensional.

Namun perbedaan tersebut hanya terlihat pada teori dan sangat sulit diaplikasikan dalam tataran praktek mengingat kurangnya kemampuan perbankan syariah dalam mengelola risiko dalam memasarkan produknya.

Pemerintahpun diharapkan dapat memberikan insentif supaya perbankan syariah dapat mengembangkan prouduk yang sejenis dengan pembiayaan mudharabah.

Dunia usaha di Indonesia terutama sangat membutuhkan uluran bantuan dari perbankan untuk mendukung performanya.

Wednesday, April 16, 2008

Tantangan dan Potensi Perbankan Syariah

Posted by Mahmal Rizka 7:51 AM, under | No comments

Dalam perkembangannya belakangan perbankan syariah menghadapi beberapa tantangan yang mesti dihadapi dan dituntut untuk dapat memberikan terobosan dalam rangka mengembangkan potensi perbankan syariah, diantaranya tantangan bank syariah adalah:

1. Ketidak mengertian masyarakat pada umumnya pada produk-produk akan unggulan perbankan syariah.

2. Kurang populernya produk-produk pembiayaan yang secara teori dapat mendukung sektor rill, salah satunya yang cukup berpotensi memberikan kontribusi pada sektor rill adalah pembiayaan mudharabah di samping besarnya risiko yang harus dihadapi bank syariah dalam memberikan pembiayaan tersebut.

3. Rentannya bank syariah terhadap risiko likuiditas jika memberikan pembiayaan mudharabah.

4. Sumber daya manusia yang terbatas

Namun disamping tantangan terdapat juga berbagai potensi yang dapat dimanfaatkan perbankan syariah sebagai momentum untuk memasyarakatkan produknya, diantaranya Konsep produknya yang sangat mendukung bagi perkembangan sektor rill, terutama pembiayaan mudharabah. Namun seperti yang telah saya sebutkan diatas pada pembiayaan mudharabah bank syariah dihadapkan pada situasi yang membutuhkan manajemen risiko yang berkompeten mengingat besarnya risiko yang mesti dihadapi pada sektor rill. Sebagai lembaga keuangan bank syariah juga dituntut menjaga likuiditasnya, sementara pembiayaan pada sektor rill yang sering berfluktuasi membuat bank syariah mesti ekstra hati-hati dalam mengucurkan pembiayaan tersebut, tapi bukan dengan menghindari pembiayaan tersebut.

Sudah semestinya bank syariah melakukan beberapa terobosan dengan memberikan pembiayaan mudharabah kepada sektor rill yang tentunya dengan memperhitungkan segala risikonya. Untuk itu dibutuhkan tata kelola yang baik untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Risiko yang tinggi cenderung menghasilkan keuntungan yang lebih besar, untuk meningkatkan eksistensinya bank syariah dituntut mampu memberikan sesuatu yang berbeda dengan perbankan konvensional. Bermain pada SWBI bukanlah tujuan bank syariah didirikan, pembiayaan murabahah yang menjamur juga bukan sesuatu yang baru bagi ekonomi Indonesia.

Pengelolaan risiko pada sektor rill seharusnya dapat dimaksimalkan oleh perbankan syariah yang secara otomatis akan meningkatkan kapasitasnya sebagai lembaga keuangan favorit bagi kalangan masyarakat, dunia usaha, bukan hanya dari kalangan muslim tetapi juga dari non-muslim. Dan itu dapat diwujudkan jika perbankan syariah dapat membuktikan bahwa kapasistasnya sebagai lembaga keuangan memang lebih baik dari perbankan konvensional

Risiko Likuiditas Pada Perbankan Syariah

Posted by Mahmal Rizka 7:37 AM, under | No comments

Risiko Likuiditas

Risiko yang terjadi karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas. Apabila bank menahan aset seperti surat-surat berharga yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka resiko likuiditasnya bisa lebih rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk surat- surat berharga membatasi pendapatan, karena tidak dapat memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan.

Faktor kuncinya adalah bank tidak dapat leluasa memaksimumkan pendapatan karena adanya desakan kebutuhan likuiditas. Oleh karena itu bank harus memperhatikan jumlah likuiditas yang tepat. Terlalu banyak likuiditas akan mengorbankan tingkat pendapatan dan terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana dengan harga yang tidak dapat diketahui sebelumnya, yang akan berakibat meningkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas. (Zaenal Arifin, :66)

Pada bank syariah, dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana.

Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

Monday, April 14, 2008

Danau Maninjau

Posted by Mahmal Rizka 9:16 PM, under | No comments



Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam. Maninjau yang merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas Maninjau sekitar 99,5 km² dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Cekungannya terbentuk karena letusan Gunung yang bernama Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan. Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 KM mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.


Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel(Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai) serta penginapan dan restoran.