Dengan adanya kenaikan BBM beberapa waktu lalu memberikan efek yang sangat luas bagi perekonomian Indonesia, yang mana kenaikan harga barang secara keseluruhan akan membuat daya beli masyarakat menurun. Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral berencana menaikkan BI rate untuk mengantisipasi inflasi sebagai dampak kenaikan BBM. Selain itu BI juga menghimbau kepada bank umum untuk mengerem laju kreditnya.
Namun sepertinya bank umum telah memiliki strategi sendiri untuk menghadapi dampak kenaikan BBM yang mungkin berdampak bagi penyaluran kredit mereka, sehingga bank umum tidak menggubris himbauan dari BI tersebut.
Kalau dilihat dari realitas yang ada, tanggapan bank umum yang dingin terhadap himbauan BI tersebut sangat bisa dimaklumi karena pada kenyataannya memang rata-rata kredit yang dikucurkan bank lebih kepada sektor konsumsi yang tentunya disalurkan pada nasabah yang mempunyai kemampuan yang bisa diprediksi oleh bank yang bersangkutan. Kalaupun ada kredit yang dikucurkan ke dunia usaha itu tentunya lebih didorong ke sektor korporasi daripada usaha mikro yang cenderung memiliki risiko lebih tinggi.
Sangat dapat dimengerti kenapa bank umum tidak terlalu khawatir dengan target kredit yang besar dalam rencana kerjanya tersebut, karena kredit yang disalurkan pada umumnya memiliki risiko yang cenderung dapat diprediksi atau paling tidak usaha dalam mengelola risiko pada sektor tersebut lebih kecil bila dibandingkan mengelola risiko kredit ke sektor rill terutama UKM.
0 comments:
Post a Comment